Kamis, 09 April 2009

MACAM-MACAM MAJAS (GAYA BAHASA)

MACAM-MACAM MAJAS
(GAYA BAHASA)


1. Klimaks

Adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama semakin meningkat.

Contoh : Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman harapan.

2. Antiklimaks

Adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin lma semakin menurun.

Contoh : Ketua pengadilan negeri itu adalah orang yang kaya, pendiam, dan tidak terkenal namanya

3. Paralelisme

Adalah gaya bahasa penegasan yang berupa pengulangan kata pada baris atau kalimat. Contoh : Jika kamu minta, aku akan datang

4. Antitesis

Adalah gaya bahasa yang menggunakan pasangan kata yang berlawanan maknanya.

Contoh : Kaya miskin, tua muda, besar kecil, smuanya mempunyai kewajiban terhadap keamanan bangsa.

Reptisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai

5. Epizeuksis

Adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.

Contoh : Kita harus bekerja, bekerja, dan bekerja untuk mengajar semua ketinggalan kita.

6. Tautotes

Ada;aj repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi.

Contoh : kau menunding aku, aku menunding kau, kau dan aku menjadi seteru

7. Anafora

Adalah repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap garis.

Contoh : Apatah tak bersalin rupa, apatah boga sepanjang masa

8. Epistrofora

Adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir kalimat berurutan Contoh : Bumi yang kau diami, laut yang kaulayari adalah puisi,

Udara yang kau hirupi, ari yang kau teguki adalah puisi

9. Simploke

Adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.

Contoh : Kau bilang aku ini egois, aku bilang terserah aku. Kau bilang aku ini judes, aku bilang terserah aku.

10. Mesodiplosis

Adalah repetisi di tengah-tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan.

Contoh : Para pembesar jangan mencuri bensin. Para gadis jangan mencari perawannya sendiri.

11. Epanalepsis

Adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama.

Contoh : Kita gunakan pikiran dan perasaan kita.

12. Anadiplosis

Adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa berikutnya.

Contoh : Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati. Dalam hati : ah tak apa jua yang ada.

13. Aliterasi

Adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.

Contoh : Keras-keras kena air lembut juga

14. Asonansi

Adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.

Contoh : Ini luka penuh luka siapa yang punya

15. Anastrof atau Inversi

Adalah gaya bahasa yang dalam pengungkapannya predikat kalimat mendahului subejeknya karena lebih diutamakan.

Contoh : Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat peranginya.

16. Apofasis atau Preterisio

Adalah gaya bahasa dimana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.

Contoh : Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara

17. Apostrof

Adalah gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.

Contoh : Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air bercinta ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang pernah kau perjuangkan

18. Asindeton

Adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung agar perhatian pembaca beralih pada hal yang disebutkan.

Contoh : Dan kesesakan kesedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.

19. Polisindeton

Adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung.

Contoh : Kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang merontokkan bulu-bulunya?

20. Kiasmus

Adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, yang bersifat berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa dan klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.

Contoh : Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu.

21. Elipsis

Adalah gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.

Contoh : Risalah derita yang menimpa ini.


22. Eufimisme

Adalah gaya bahasa penghalus untuk menjaga kesopanan atau menghindari timbulnya kesan yang tidak menyenangkan.

Contoh : Anak ibu lamban menerima pelajaran

23. Litotes

Adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri

Contoh : Mampirlah ke gubukku!

24. Histeron Proteron

adalah gaya bahasa yang merupakan kebailikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.

Contoh : Bila ia sudah berhasil mendaki karang terjal itu, sampailah ia di tepi pantai yang luas dengan pasir putihnya

25. Pleonasme

Adalah gaya bahasa yang memberikan keterangan dengan kata-kata yang maknanya sudah tercakup dalam kata yang diterangkan atau mendahului.

Contoh : Darah merah membasahi baju dan tubuhnya

26. Tautologi

Adalah gaya bahasa yang mengulang sebuah kata dalam kalimat atau mempergunakan kata-kata yang diterangkan atau mendahului.

Contoh : Kejadian itu tidak saya inginkan dan tidak saya harapkan

27. Parifrasis

Adalah gaya bahasa yang menggantikan sebuah kata dengan frase atau serangkaian kata yang sama artinya.

Contoh : Kedua orang itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu

28. Prolepsis atau Antisipasi

Adalah gaya bahasa dimana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.

Contoh : Keua orang tua itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu.

29. Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Adalah pernyataan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.

Contoh : inikah yang kau namai bekerja?

30. Silepsis dan Zeugma

Adalah gaya dimana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan sebuah kata dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.

Contoh : ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.

31. Koreksio atau Epanortosis

Adalah gaya bahasa yang mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Contoh : Silakan pulang saudara-saudara, eh maaf, silakan makan.

32. Hiperbola

Adalah gaya bahasa yang memberikan pernyataan yang berlebih-lebihan.

Contoh : Kita berjuang sampai titik darah penghabisan

33. Paradoks

Adalah gaya bahasa yang mengemukakan hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya tidak karena objek yang dikemukakan berbeda.

Contoh : Dia besar tetapi nyalinya kecil.

34. Oksimoron

adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama.

Contoh : Keramah-tamahan yang bengis

35. Asosiasi atau Simile

Adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya.

Contoh : Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam

36. Metafora

Adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda tertentu dengan benda lain yang mempunyai sifat sama.

Contoh : Jantung hatinya hilang tiada berita

37. Alegori

adalah gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia dengan alam.

Contoh : Iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman.

38. Parabel

Adalah gaya bahasa parabel yang terkandung dalam seluruh karangan dengan secara halus tersimpul dalam karangan itu pedoman hidup, falsafah hidup yang harus ditimba di dalamnya.

Contoh : Cerita Ramayana melukiskan maksud bahwa yang benar tetap benar

39. Personifikasi

Adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup.

Contoh : Hujan itu menari-nari di atas genting

40. Alusi

Adalah gaya bahasa yang menghubungkan sesuatu dengan orang, tempat atau peristiwa.

Contoh : Pkartini kecil itu turut memperjuangkan haknya

41. Eponim

Adalah gaya dimana seseorang namanya begitu sering dihubungakan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan suatu sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Contoh : Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

42. Epitet

Adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal.

Contoh : Lonceng pagi untuk ayam jantan.

43. Sinekdoke
* Pars Pro Tato

Adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagianhal untuk menyatakan keseluruhan. Contoh : Saya belum melihat batang hidungnya

o Totem Pro Parte

Adalah gaya bahasa yang menyebutkan seluruh hal untuk menyatakan sebagian. Contoh : Thailand memboyong piala kemerdekaan setelah menggulung PSSi Harimau

44. Metonimia

Adalah gaya bahasa yang menggunakan nama ciri tubuh, gelar atau jabatan seseorang sebagai pengganti nama diri. Contoh : Ia menggunakan Jupiter jika pergi ke sekolah

45. Antonomasia

Adalah gaya bahasa yang menyebutkan sifat atau ciri tubuh, gelar atau jabatan seseorang sebagai pengganti nama diri. Contoh : Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

46. Hipalase

Adalah gaya bahasa sindiran berupa pernyataan yang berlainan dengan yang dimaksudkan. Contoh : ia masih menuntut almarhum maskawin dari Kiki puterinya (maksudnya menuntut maskawin dari almarhum)

47. Ironi

Adalah gaya bahasa sindiran berupa pernyataan yang berlainan dengan yang dimaksudkan. Contoh : Manis sekali kopi ini, gula mahal ya?

48. Sinisme

adalah gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari ironi atau sindiran tajam

Contoh : Harum bener baumu pagi ini

49. Sarkasme

Adalah gaya bahasa yang paling kasar, bahkan kadang-kadang merupakan kutukan.

Contoh : Mampuspun aku tak peduli, diberi nasihat aku tak peduli, diberi nasihat masuk ketelinga

50. Satire

Adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.

Contoh : Ya, Ampun! Soal mudah kayak gini, kau tak bisa mengerjakannya!

51. Inuendo

Adalah gaya bahasa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.

Contoh : Ia menjadi kaya raya karena mengadakan kemoersialisasi jabatannya

52. Antifrasis

Adalah gaya bahsa ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna sebaliknya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

Contoh : Engkau memang orang yang mulia dan terhormat

53. Pun atau Paronomasia

Adalah kiasan dengan menggunakan kemiripan bunyi.

Contoh : Tanggal satu gigi saya tinggal satu

54. Simbolik

Adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambang.

Contoh : Keduanya hanya cinta monyet.

55. Tropen

Adalah gaya bahasa yang menggunakan kiasan dengan kata atau istilah lain terhadap pekerjaan yang dilakukan seseorang.

Contoh : Untuk menghilangkan keruwetan pikirannya, ia menyelam diri di antara botol minuman.

56. Alusio

Adalah gaya bahasa yang menggunakan pribahasa atau ungkapan.

Contoh : Apakah peristiwa Turang Jaya itu akan terulang lagi?

57. Interupsi

adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di dalam kalimat pokok untuk lebih menjelaskan sesuatu dalam kalimat.

Contoh : Tiba-tiba ia-suami itu disebut oleh perempuan lain.

58. Eksklmasio

Adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata seru atau tiruan bunyi.

Contoh : Wah, biar ku peluk, dengan tangan menggigil.

59. Enumerasio

Adalah beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan, dilukiskan satu persatu agar tiap peristiwa dalam keseluruhannya tanpak dengan jelas.

Contoh : Laut tenang. Di atas permadani biru itu tanpak satu-satunya perahu nelayan meluncur perlahan-lahan. Angin berhempus sepoi-sepoi. Bulan bersinar dengan terangnya. Disana-sini bintang-bintang gemerlapan. Semuanya berpadu membentuk suatu lukisan yang haromonis. Itulah keindahan sejati.

60. Kontradiksio Interminis

Adalah gaya bahasa yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah dikemukakan sebelumnya.

Contoh : semuanya telah diundang, kecuali Sinta.

61. Anakronisme

Adalah gaya bahasa yang menunjukkan adanya ketidak sesuaian uraian dalam karya sastra dalam sejarah, sedangkan sesuatu yang disebutkan belum ada saat itu.

Contoh : dalam tulisan Cesar, Shakespeare menuliskan jam berbunyi tiga kali (saat itu jam belum ada)

62. Okupasi

Adalah gaya bahasa yang menyatakan bantahan atau keberatan terhadap sesuatu yang oleh orang banyak dianggap benar.

Contoh : Minuman keras dapat merusak dapat merusak jaringan sistem syaraf, tetapi banyak anak yang mengkonsumsinya.

63. Resentia

Adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu yang tidak mengatakan tegas pada bagian tertentu dari kalimat yang dihilangkan

Struktur Puisi

struktur Batin Puisi


Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.


(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.

(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.

(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.

(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

DeFINISI CINTA

CINTA

Sudah banyak lagu digubah, puisi ditulis, dan kanvas dilukis untuk
menggambarkan cinta. Tapi apakah cinta itu sebenarnya? Tentunya seorang
pelukis akan berbeda dengan seorang pencipta lagu dalam menjelaskan cinta.
Bahkan setiap orang akan mendefinisikan cinta dengan cara yang berbeda.
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, sudah lama tertarik dengan
konsep cinta (misalnya Eric Fromm dan Maslow) karena manusia satu-satunya
makhluk yang dapat merasakan cinta. Hanya saja masalahnya, sebagai sebuah
konsep, cinta sedemikian abstraknya sehingga sulit untuk didekati secara
ilmiah. Saya mencoba memilih teori seorang psikolog, Robert Sternberg
(1988), yang telah berusaha untuk menjabarkan cinta dalam konteks hubungan
antara dua orang.
Menurut Sternberg (1988), cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh
setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan
seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan
kekuasaan, misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang
berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua,
pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang
bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Sternberg (1988) terkenal dengan teorinya tentang *Triangular Theory of Love
* (segitiga cinta). Segitiga cinta itu mengandung komponen:

1. Keintiman (*intimacy*)
2. Gairah (*passion*)
3. Komitmen (*commitment*)

Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan,
kepercayaan (*trust*) dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya
antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang
bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama
tidak bertemu, dan ada keinginan untuk bergandengan tangan atau saling
merangkul bahu.
Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam
diri yang bersifat seksual.
Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama. Menurut Sternberg (1988), setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah
komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar
(dalam beberapa budaya), disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya
melalui perkawinan.
Dari ketiga komponen cinta diatas, dapat membentuk delapan kombinasi jenis
cinta sebagai berikut:

1. *Nonlove*, tak ada gairah yang timbul, biasanya hubungan dengan
orang dalam lingkungan sehari-hari karena interaksinya hanya bersifat
sepintas saja, tidak memiliki komponen gairah, keintiman dan komitmen

2. *Liking* (persahabatan), sebagai salah satu komponen emosi yang ada
adalah perasaan suka bukanlah cinta, hanya memiliki komponen keintiman

3. *Infatuation love* (ketergila-gilaan), gairah yang timbul tanpa
keintiman dan komitmen, biasanya cinta yang terjadi pada pandangan pertama

4. *Empty love* (cinta kosong), ada unsur komitmen tetapi kurang intim
dan kurang gairah. Hubungan yang lama akan semakin membosankan

5. *Romantic love* (cinta romantis), hubungan intim yang menggairahkan
tetapi kurang komitmen sehingga pasangan yang jatuh cinta romantis ini
terbawa secara fisik dan emosi, tetapi tidak mengharapkan hubungan jangka
panjang

6. *Companionate love*, hasil dari komponen keintiman dan komitmen
tanpa adanya gairah cinta. Dalam perkawinan yang lama tidak akan
menggairahkan secara fisik lagi

7. *Fatous love* (cinta buta), mempunyai gairah dan komitmen tetapi
kurang intim, dimana cinta ini sulit dipertahankan karena kurang adanya
aspek emosi

8. *Consummate love* (cinta yang sempurna), yaitu cinta yang tersusun
atas komponen keintiman, gairah dan komitmen.

CERPEN Mata Rantai

CERPEN
Mata Rantai


Dingin menusuk kulit yang membalut tubuh ramping dara belia. Merasuk hingga membekukan sumsum tulang. Dengan mata terkatup, Alinda menggapai-gapai selimut tidurnya yang tersingkap. Seakan terbius candu, gadis berlesung pipi ini enggan mengakhiri tidurnya. Barangkali belaian tangan setan sedang menaburkan kehangatan, hingga beduk subuh tak punya makna di telinganya. Mojang berambut punk rock itu masih juga menyambung kantuknya.
Pukul 5.30 dini hari. Nyonya rumah yang biasa dipanggil Bu Jono oleh karyawan kantor suaminya, bergegas mengunjungi putri cantiknya. Sambil mengetuk pintu, “Lin, Linda…, bangun sayang, nanti sekolah kesiangan.” Sang empunya kamar belum juga bergeming. Akhirnya, Bunda, demikian putrinya memanggil, membuka pintu dan menerobos masuk menemui sang putri manjanya. Diusapnya kepala sang gadis tersayang. “Bangun dong, lihat ke jam dinding.” Tangan Bunda merabah dan menekan stop kontak. Byar! Kamar yang cukup eksentrik dengan pernak-pernik serba berwarna pink, kini terang-benderang. Linda membalikkan tubuhnya ke arah jam dinding. “Sorry Bunda, tidurnya enak banget,” sambil menguap seenaknya dan menyingkapkan selimut tebalnya. “Itu karena kamu terlalu capek dengan basketmu. Ya sudah, sekarang cepat bangun dan ambil air wudu, solat ya?” Dengan langkah sedikit sempoyongan, gadis yang tak pernah membereskan tempat tidurnya itu, menuju kamar mandi yang melengkapi fasilitas kamar tidurnya.
Pagi itu, nama Alinda menghiasi daftar nama siswa terlambat di SMA Pelita Jaya. Padahal rumah dan sekolahnya sama-sama bernaung di kawasan berhawa sejuk, Lembang Bandung. Tiga kilometer jarak yang memisahkan antara SMA swasta favorit itu dengan rumah Alinda. Soal transportasi, mobil dan sopir pribadinya siap mengantarkan ke mana ia mau. Rute menuju tempat belajarnya, bukan jalur yang kerap terjebak kemacetan. Sulit rasanya bila melimpahkan alasan keterlambatan bukan karena kesalahan diri sendiri.
Kiprahnya sebagai pelajar yang menginjak tahun ke tiga belum ada hal yang tercatat membanggakan. Entahlah, angin apa yang menggiringnya hingga ia nongkrong sebagai penghuni jurusan IPA. Menjalani hidup keseharian dilalui dengan begitu ringan, tanpa beban, dan kadang-kadang kurang bertanggung jawab. Kebohongan juga tercatat sebagai ladang bisnisnya. Mungkinkah itu terjadi dari serba terpenuhinya apa yang ia inginkan?
Seusai jam belajar sekolah, dara yang terbilang berkelas ekonomi jet set itu sedang asyik dengan hand phone. Rimbunnya bunga sepatu di sudut taman sekolah sangat cocok dijadikan tempat mangkal. Sebongkah batu besar, tambah mengukuhkan bahwa di situ memang sangat tepat untuk melepas lelah atau sekadar untuk menyendiri. Sepuluh meter dari tempat itu dengan jelas terlihat siapa yang lewat di depan sana. Sebelah kanan dilengkapi dengan kolam kecil berair jernih dengan beberapa ikan hias. Bunga flamboyan yang berserakan tertiup angin menambah maraknya tempat ngaso itu. Tak salah bila si lesung pipi, Linda, menjatuhkan pilihan terhadap area itu untuk mengungkapkan kata hati lewat telepon genggamnya.
“Halo, Bunda, Linda hari ini mungkin pulang sorean, ada tugas Kimia yang mesti dikerjakan bersama, bolehkan Bun?” Begitu lihai ia mengobral rayuan mautnya. “Ya boleh, asal kalau sudah kelar, cepet pulang, sayang,” timpal sang bunda. “Beres, see you Mom,” raut muka Alinda mengulum senyum kesuksesan akan kebohongan yang direncanakan. “Bel…Bella, sini cepat,” jeritnya sambil melambaikan tangan kepada teman sebangkunya yang melintas di depan. Bella menghentikan langkahnya dan mendekati seseorang yang memanggil. Diraihnya jemari Bella. Bella pasrah mengikuti kemauan cewek jutek itu. “Bel, aku mau jalan sama Romano. Kalau Bunda telepon Loh, bilang saja tidak sekelompok denganku. Aku tadi bilang ke Bunda mau kerja kelompok Kimia. Please baby please, help me.” “Kok kamu selalu saja menyalahgunakan kepercayaan bundamu, kapan sih mau insyaf? Bentar lagi kiamat, Non.” “Sudah deh jangan menceramahiku, tuh lihat Romano menjemput, thank,s ya,” sambil ngeloyor tak mempedulikan saran dari teman karib.

Romano, cowok keren mahasiswa semester dua Fakultas Ekonomi Universitas Taruna Bakti Bandung. Pemuda yang juga hobi basket ini punya tongkrongan di kawasan elit daerah Cipaganti Bandung. Setahun lalu ia kenal Alinda. Asal-muasal pertemuannya, gara-gara mobil sportnya menyerempet sedan mungil milik gadis yang kini sering jalan bareng dengannya. Mengandrungi olah raga basket, juga yang menjadikan Romano kerap bersua dengan Alinda.
Ada beberapa persamaan yang barangkali dapat dijadikan alasan mengapa mereka bisa jadian. Pertama, mereka sama-sama kalangan papan atas, bergelimang harta dan uang. Kedua, dua-duanya basket mania, jadi mereka punya salah satu tema obrolan yang dirasakan sangat nyambung. Ketiga, mereka punya anggapan bahwa hidup ini mudah, hidup ini bak pasar swalayan, kita mau apa, ambil, bayar dengan uang, beres urusan. Mojang dan jejaka kelas atas ini juga sama-sama suka poya-poya, nonton, dan yang sangat bikin gregetan, mereka suka berbohong kepada orang tua.
Sebenarnya Alinda boleh dibilang sangat dekat dengan sang bunda. Akan tetapi, soal hubungannya dengan Romano, tak mau terus terang. Kebohongan demi kebohongan tiap waktu dirajutnya. Mungkin dia beranggapan, moral busuknya akan terus terbungkus hingga batas waktu yang ia mau. Ternyata anggapannya salah besar. Kebusukan yang terkemas rapat itu meledak menebarkan aroma yang tak bersahabat. Surat panggilan orang tua dilayangkan ke rumah Sarjono Jamaludin. Pasalnya, telah tiga hari berturut-turut Alinda mangkir mengikuti pelajaran di kelas. Surat panggilan itu bagaikan bom waktu yang kini meledak di dalam rumah mewah. Ayah dan bunda Alinda sempat bertanda tanya besar, mengapa mereka didaulat untuk bertandang ke sekolah menemui guru Bimbingan Konseling dan wali kelas putri mereka. Setahu mereka, putri cantiknya tak pernah berbuat ulah. Akhirnya suami-istri yang menerapkan saling menyayangi itu memenuhi undangan sekolah. Kecewa luar biasa menampar wajah Bu Jono dan Pak Jon. Tambah lagi, saat itu nama Alinda tercatat pada agenda harian kelas dengan keterangan ‘alpa’.

Sidang rahasia keluarga akhirnya digelar demi memulihkan ketentraman yang mengancam keluarga kaya itu. Kamar tidur utama keluarga Sarjono Jamaludin dipilih sebagai tempat untuk menggelar pertemuan tersebut. Keluarga konglomerat itu sengaja memilih ruang pribadi sebagai tempat konferensi keluarga dengan maksud agar permasalahan ini tidak sampai tercium oleh para pramuwisma.
Alinda yang mengambil tempat duduk berdampingan dengan Bunda, tertunduk sambil meremas-remas ujung kemejanya. Dadanya berdebar kencang. Pandangannya menukik membentur karpet beludru pelapis lantai kamar. Dalam pada itu, Pak Jon, pria keturunan Jawa itu mengawali pembicaraan. “Linda…,” si dara cantik tersentak, namun tetap tertunduk kaku. “Tujuh belas tahun sudah, ayah dan bunda mencurahkan kasih sayang terhadap saliramu, cah ayu.” Pak Jon tersendat untuk melanjutkan apa yang ingin disampaikan. Dengan helaan nafas panjang akhirnya ia dapat menyambungkan hal yang ingin diutarakannya. “Seingatku, ayah dan bunda selalu terbuka dan jujur dalam segala hal. Maka dari itu, kami juga mengharapkan kejujuran darimu, sayang. Kemanakah selama tiga hari itu, sampai-sampai kamu meninggalkan sekolah begitu saja?”
Butiran bening nampak berduyun menyusuri pipi Alinda. Keringat pun menampakkan diri di ujung hidung mancungnya. Namun, masih tetap diam seribu bahasa. “Jawablah sayang, agar kami tenang, katakan dengan jujur apa yang terjadi?” Bu Jono ikut menyambung apa yang telah suaminya kemukakan. Tak kuasa menyaksikan buah hatinya dirundung kepedihan, bunda turut mencucurkan air mata. Suasana mengharu biru menebar seantero kamar mewah itu. Dipeluknya sang putri tercinta. Bukannya tangis yang terhenti, malah suara tangis menjadi-jadi meluncur dari mulut Alinda.
Akhirnya Linda berani membuka mulut sesuai dengan permintaan dari orang-orang yang menyayanginya yaitu jawaban dengan kejujuran. “Saya… saya pergi dengan Romano, Ayah.” “Siapa dia? Teman sekolahmu atau …,” ayah tak meneruskan kalimatnya. “Dia mahasiswa Taruna Bakti,” Linda melengkapi keterangan. “Sepertinya Ayah tak akan melarangmu untuk mengenal teman lawan jenis. Hanya, jangan sampai mengorbankan sekolah. Kamu sudah kenal bagaimana kelurganya? Apakah dari keluarga baik-baik?” Ketegangan agak mereda. “Dia putra Bapak Wardana, Wardana Surya Saputra.” Keterangan yang baru saja dilontarkan Linda, menyulut kembali ketegangan. “Romano, putra Wardana Surya Saputra? Tempat tinggalnya di mana?” Bunda tergesa ingin segera mengetahui kejelasan. Linda bingung luar biasa. Apalagi roman muka ayah bundanya menyuguhkan seolah-olah terdapat rahasia maha akbar di balik nama ayah Romano. “Di Cipaganti.” Jawaban Alinda menjadikan pandangan sang bunda berkunang-kunang. Wanita paruh baya yang masih menampakkan garis-garis kecantikan pada wajahnya itu, terhempas kesadarannya. Alinda histeris memburu sang bunda yang terkulai lemas. Pak Jon tersungkur karena terlalu terburu-buru meraih istrinya.
Kepanikan menggerogoti pendirian laki-laki yang dikenal sangat mencintai istrinya itu. Tanpa sadar ia mengatakan sesuatu yang sebenarnya telah menjadi kesepakan dengan istri tercintanya, untuk tidak dibeberkan kepada Alinda. “Linda… sebenarnya kamu bukan anak kami.” Linda tak begitu yakin akan kalimat yang baru saja didengarnya. Ia mendadak menghentikan tangisnya dengan maksud ingin mendengarkan kembali ucapan ayahnya. Sambil memeluk istrinya, Pak Jon memaparkan rahasia yang telah terpendam selama 17 tahun. “Adik bundamu adalah orang yang melahirkanmu. Bapakmu tak bertanggung jawab atas dirimu. Ibumu entah pergi ke mana.” Linda membuka mulutnya untuk mengalirkan nafasnya yang berlebihan. “Bapakmu…. Singgih Surya Saputra, dia adik dari Wardana Surya Saputra, ayah Romano yang kamu ceritakan.” Pembeberan rahasia oleh Pak Jon disambut raungan menggelegar. Diremasnya kepala dengan kedua tangannya. Tak tahan berada di kursi , Alinda terpuruk di lantai.

Malam hari itu, adalah malam yang terbalut kebisuan. Linda tak menampakkan batang hidungnya di ruang keluarga. Tak ada yang tahu apa yang dilakukan perawan manja itu di kamar tidurnya. Pak Jon dan istrinya saling tak bertegur sapa, tak seperti biasanya. Makanan yang telah disajikan oleh pramuwisma di meja makan utuh tak tersentuh. Hingga malam larut kebisuan itu masih meraja. Pak Jon yang terhantui rasa bersalah, tertidur di sofa tamu. Bunda, yang juga merasakan apa yang dirasakan Alinda, pulas di ruang keluarga.
Kokok ayam menyambut datangnya fajar. Bunda pun membuka mata sembabnya. Pelupuk matanya mewartakan bahwa sekian jam yang silam telah terjadi pertumpahan air mata. Dengan kebugaran yang sedikit memudar, ia memaksakan diri untuk beranjak dari tempat yang bukan diperuntukkan sebagai tempat tidur. Ia ingin mengawali aktivitas hari itu dengan mengunjungi putri cantiknya. Harapan wanita penyabar itu yaitu, hari itu berjalan seperti biasanya seperti yang sudah-sudah. “Linda … sudah siang sayang. Kita solat bersama-sama ya?” Ditunggunya sang putri keluar dari peraduan. Hingga tiga menit ia sabar menanti di balik daun pintu. Bukankah kebiasaan bunda yang satu ini membangunkan langsung si putri manjanya? Dibukanya pintu kamar. Ia terperangah. Jantungnya berdegup keras. Di balik selimut tak ada jasad yang biasanya berlindung kedinginan. Selimut dan tempat tidur itu tertata rapi. Alinda raib dari kamarnya. Alinda meninggalkan orang-orang yang telah membesarkan dan menyayanginya selama 17 tahun. Rupanya dia telah mengetahui bahwa keluarga Surya Saputra tak merestui hubungan bapak dan ibunya, hingga orang yang melahirkannya ke dunia ini entah pergi ke mana. Alinda telah pergi meninggalkan Bu Jono dan Pak Jon, seperti ibunya yang meninggalkan

Frase,Klausa, dan Kalimat

Frase,Klausa, dan
Kalimat



A. Frase

Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.

Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu

a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.

b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.

Macam-macam frase:

A. Frase endosentrik


Frase endosentrik
adalah

frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:

1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu:

frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.

Misalnya:

kakek-nenek pembinaan dan pengembangan


laki bini belajar atau bekerja



2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu


frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.

Misalnya:

perjalanan panjang


hari libur

Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.

3. Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.


Misalnya:


Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.

Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:

Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai

Susi, …., sangat pandai.

…., anak Pak Saleh sangat pandai.

Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).


B. Frase Eksosentrik


Frase eksosentrik ialah


frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.

Misalnya:

Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.


Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:


Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….

Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas



C. Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.


1. Frase Nominal:


frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.

Misalnya:

baju baru, rumah sakit


2. Frase Verbal:

frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.

Misalnya:

akan berlayar


3. Frase Bilangan:


frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.

Misalnya:

dua butir telur, sepuluh keping

4. Frase Keterangan:

frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.

Misalnya:

tadi pagi, besok sore


5. Frase Depan:


frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.

Misalnya:

di halaman sekolah, dari desa



D. Frase Ambigu


Frase ambigu artinya

kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.

Misalnya:

Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.

Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:

1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.

2. Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.



B. Klausa

Klausa adalah

satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.

Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).

Penggolongan klausa:

1. Berdasarkan unsur intinya

2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat

3. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat



C. Kalimat

a. Pengertian


Kalimat adalah

satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.

Contoh:

Ayah membaca koran di teras belakang.

b. Pola-pola kalimat

Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.

1. Pola kalimat I =

kata benda-kata kerja

Contoh:

Adik menangis. Anjing dipukul.

Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”

2. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat

Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.

Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”

3. Pola kalimat III = kata benda-kata benda

Contoh:

Bapak pengarang. Paman Guru

Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.

4. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial

Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.

Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial



D. Jenis Kalimat


1. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah

kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.



Kalimat Tunggal

Susunan Pola Kalimat

Ayah merokok.

Adik minum susu.

Ibu menyimpan uang di dalam laci.

S-P

S-P-O

S-P-O-K





2. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah

kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:

a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.

Misalnya:

Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)

Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.

(subjek pada kalimat pertama diperluas)

b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.

Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)

Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)

Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.

Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.


1) Kalimat majemuk setara


Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:

a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.

Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.

b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.

Misalnya:

Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.

c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.

Misalnya:

Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.



2) Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:

a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.

Misalnya:

Diakuinya hal itu

P S

Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.

anak kalimat pengganti subjek


b.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.

Misalnya:

Katanya begitu

Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.

anak kalimat pengganti predikat


c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.

Misalnya:

Mereka sudah mengetahui hal itu.

S P O

Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.

anak kalimat pengganti objek

d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.

Misalnya:

Ayah pulang malam hari

S P K

Ayah pulang ketika kami makan malam

anak kalimat pengganti keterangan


3) Kalimat majemuk campuran


Kalimat majemuk campuran adalah

kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.

Misalnya:

Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.

Ketika ia duduk minum-minum

pola atasan

datang seorang pemuda berpakaian bagus

pola bawahan I

datang menggunakan kendaraan roda empat

pola bawahan II



3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi

a. Kalimat inti

Kalimat inti adalah

kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.

Ciri-ciri kalimat inti:

1) Hanya terdiri atas dua kata

2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat

3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat

4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya..


b. Kalimat luas


Kalimat luas adalah

kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.


c. Kalimat transformasi


Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.

Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi

a. Kalimat Inti. Contoh:

Adik menangis.

b. Kalimat Luas. Contoh:

Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.

c. Kalimat transformasi. Contoh:

i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.

ii) Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.

iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.

iv) Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?



4. Kalimat Mayor dan Minor


a. Kalimat mayor


Kalimat mayor adalah


kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.

Contoh:

Amir mengambil buku itu.

Arif ada di laboratorium.

Kiki pergi ke Bandung.

Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.


b. Kalimat Minor


Kalimat minor adalah

kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.

Contoh:

Diam!

Sudah siap?

Pergi!

Yang baru!

Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.

Contoh:

Amir mengambil.

Arif ada.

Kiki pergi

Ibu berangkat-ayah menunggu.

Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.


5. Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah

kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.

Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.

Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.

Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.

Kalimat Tidak Efektif

Kalimat tidak efektif adalah

kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.

Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat

1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah

contoh:

diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)

memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)

sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah)

saling memukul, pukul-memukul saling pukul-memukul (salah)

Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni (salah)

2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih

contoh :

para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)

para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)

banyak siswa-siswa (banyak siswa)

saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)

agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)

disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)

3. tidak memiliki subjek

contoh:

Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)

Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??

Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)


4. adanya kata depan yang tidak perlu

Perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.

Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.

Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.


5. salah nalar


waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)

Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)

Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)

Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)

Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)

Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)

Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)

6. kesalahan pembentukan kata

mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan

menyetop seharusnya menstop

mensoal seharusnya menyoal

ilmiawan seharusnya ilmuwan

sejarawan seharusnya ahli sejarah


7. pengaruh bahasa asing


Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)

Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)

Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)

8. pengaruh bahasa daerah

… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)

… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)

Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)



E. Konjungsi

Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.


Konjungsi atau kata sambung adalah

kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.

1. Konjungsi antarklausa

a. Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.

b. Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.

2. Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.

3. Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.


Frase

Frase adalah

bagian kalimat yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi
batas fungsi.

Artinya satu frase maksimal hanya menduduki gatra subjek (S), predikat (P) atau

objek (O) atau keterangan (K).


Frase dibedakan atas:


a. Frase endosentris, ada dua macam:

1. Endosentris koodinatif (setara), yaitu

frase yang setidaknya memiliki dua inti.


Misalnya:

meja kursi, maju mundur, bapak ibu.


2. Endosentris atributif (frase bertingkat), yaitu


frase yang terdiri atas unsur inti

(Diterangkan/D) dan unsur penjelas (Menerangkan/M).

Misalnya: pegawai negeri,perusahaan rokok, tidak pergi

Frase bertingkat mempunyai pola

DM, MD dan MDM( dalam frase bertingkat hanya ada satu unsur inti (D) sedangkan penjelasnya boleh lebih dari satu.

Contoh:

baju baru

D M

anak manis

D M

sebatang rokok kretek

M D M

sebuah rumah mewah

M D M

seorang guru


M D

sepotong roti

M D


2. Frase eksosentris.


sebuah susunan yang merupakan gabungan dua kata (atau lebih) yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan itu tidak sama dengan kelas kata dari salah satu(atau lebih) unsur pembentukannya.

Contoh :

dari sekolah (kata keterangan) dari (kata depan) sekolah (kata benda),

yang memimpin(kata benda) yang (kata tugas) memimpin (kata kerja

Menurut jenis kata, frase dibedakan:

-frase nominal (kata benda)

-frase verbal (kata kerja)


-frase adjektival (kata sifat)

-frase numeralia (kata bilangan)

-frase adverbial(kata keterangan)

-frase preposisional (kata depan)

Pengertian Peribahasa

Peribahasa

Peribahasa ialah

bentuk pengucapan yang banyak dijumpai dalam kesusasteraan lama, sebagai wakil cara berfikir bangsa kita di zaman lama itu.Perhubungan mereka yang rapat dengan sekelilingnya menimbulkan ilham dan kaca perbandingan bagi mereka terutamanya ahli-ahli fikirnya waktu itu.Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan seharian orang pada masa dulu.Ini kerana cara-cara demikianlah jalan yang semudah-mudahnya bagi mereka untuk memberi nasihat, teguran atau sindiran dan mudah pula ditangkap oleh pihak yang dinasihatinya. Bila diselidiki isi dan jiwa yang terkandung dalam peribahasa itu, banyak bahan yang dapat diambil dari sejarah, sosial dan peri kehidupan mereka di zaman lampau itu.Misalnya, sekali air bah, sekali tepian berubah.


Selain itu peribahasa yang sering digunakan sehingga kini ialah hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, baik lagi negeri sendiri dan di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Peribahasa masih hidup dalam pergaulan sehari-hari dan banyak terdapat dalam buku kesusasteraan lama dan roman-roman baru juga.

Unsur-unsur Pada Puisi

Unsur-unsur Pada Puisi


Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.


(1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.


(2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.


(3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.


(4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.


(5) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).



Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, ( kata konkret, (9) ritme dan rima.

Definisi ParagRaff

Paragraf


Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.

- Syarat sebuah paragraf

Di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :

1. Kalimat Pokok

Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.


2. Kalimat Penjelas


Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

- Bagian-Bagian Suatu Paragraf yang Baik

A. Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan untuk merangkai keseluruhan tulisan.

B. Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan berhubungan dengan wajar.

Membaca Puisi Lebih Sulit daripada Belajar Matematika?

Membaca Puisi
Lebih Sulit daripada
Belajar Matematika?




Bila kita cari makna kata ‘matematika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka

akan kita temukan pengertiannya yakni ‘ilmu tentang bilangan-bilangan’. Bilangan

inilah yang memberikan warna mencolok terhadap matematika. Tak bisa disangkal

lagi, ilmu yang berkutat pada angka-angka itu telah terpatri pada benak banyak

orang, merupakan ilmu yang paling sulit dipelajari.

Anggapan di atas rasanya telah terwariskan secara turun-temurun. Implementasi

sikap yaitu dengan memberikan predikat manusia hebat kepada seseorang yang

berkompeten di bidang ini, tambah menguatkan anggapan tersebut. Julukan

manusia pandai atau cerdas adalah manusia yang mampu menaklukkan soal-soal

matematika, masih dianut oleh sebagian besar masyarakat kita. Uraian tersebut

mengisyaratkan bahwa matematika adalah disiplin ilmu yang pelik dan rumit untuk

dicerna, masih diakui oleh banyak orang.

Selanjutnya, sebagai penambah cakrawala pembanding, alangkah baiknya bila

pembaca mengenal dulu penulis di dapurnya. Penulis adalah seorang pengajar dan

pendidik yang telah malang melintang di dunia pembelajaran selama 16 tahun.

Bahasa dan Sastra Indonesia adalah bidang studi yang penulis ajarkan kepada siswa.

Satuan pendidikan Sekolah Menengah Atas, tempat penulis membelajarkan para

siswa. Sebagai bahan renungan, di bawah ini akan dipaparkan pengalaman penulis

dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan menyinggung anggapan

publik terhadap matematika sebagai perbandingan.

Sesuai dengan tajuk mata pelajaran yang baru saja disebutkan yaitu Bahasa dan

Sastra Indonesia, maka disiplin ilmu ini terbagai ke dalam ilmu Bahasa Indonesia dan

ilmu Sastra Indonesia. Realisasi dalam pembelajaran baik bahasa maupun sastra

Indonesia diwujudkan dalam bentuk tujuan pembelajaran. Secara spesifik, tujuan

tersebut mengarah kepada keterampilan berbahasa yaitu: berbicara, menyimak,

membaca, dan menulis.

Perwujudan aktivitas dalam pembelajaran Sastra Indonesia dengan kompetensi

membaca, salah satunya melalui membaca puisi. Bagi siswa itu sendiri serta bagi

guru pengajar, mengumandangkan puisi seharusnya bukan hal asing atau sesuatu

yang baru dikenal. Bila kita merujuk kepada panduan pembelajaran yaitu kurikulum,

materi puisi telah tertera sejak kurikulum SD, SMP, hingga SMA. Dengan demikian,

seharusnya para pelajar dan para pengajar sudah akrab dengan membaca puisi dan

mengapresiasinya.

Kenyataan di lapangan berbicara berbeda. Setiap penulis menginformasikan bahwa

pembelajaran yang akan berlangsung yaitu dengan membaca puisi, selalu disambut

oleh siswa dengan reaksi nada kaget dan takut. Gugup berlebihan juga kadang

terpancar dari wajah mereka. Dengan mengawali pembacaan puisi oleh guru, strategi

yang biasanya penulis terapkan untuk mengendurkan ketegangan tersebut. Setelah

itu, bujuk rayu ekstra yang dibutuhkan untuk bisa sekadar menampilkan satu dua

orang siswa membaca puisi.

Menanggapi peristiwa ganjil sekaligus menggelikan (prihatin), penulis sempat

menanyakan kepada siswa akan sebab-sebab hal itu terjadi. Beberapa siswa

menjawab bahwa mereka sendiri tak mengetahui persis sebabnya. Diantara mereka

ada yang mengungkapkan bahwa membaca puisi itu lebih sulit dari belajar

matematika (mudah-mudahan cuma seloroh belaka). Jadi, alasan mereka enggan

membaca puisi karena membaca puisi itu merupakan pekerjaan yang sangat sulit.

Bila membaca puisi dianggap sebagai pekerjaan yang tidak mudah, lalu apa sih

sebenarnya puisi itu? Dunton lewat Pradopo (6 : 2005) berpendapat bahwa puisi

merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional

serta berirama. Senada dengan pendapat Dunton, Pradopo memberikan pengertian

bahwa puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang

penting, digubah dalam bentuk yang paling berkesan (7 : 2005).

Lalu, adakah keterkaitan antara anggapan sulit dalam membaca puisi dengan hakikat

puisi itu sendiri? Bila kita merujuk kepada kedua definisi di atas, ternyata puisi

merupakan wujud pemikiran dan pengalaman manusia yang disuguhkan dengan

bahasa yang indah. Mungkinkah kesulitan yang muncul terletak pada perbedaan

arah pemikiran antara penulis puisi dan pembaca? Atau barangkali perbedaan itu

terletak pada pemahaman terhadap untaian kata-kata indah dalam puisi?

Keraguan pembaca terhadap penafsiran makna puisi yang akan dibaca, bisa jadi

menghambat kepercayaan diri untuk bisa menyuguhkan performance yang

seharusnya. Atau, bila menemukan diksi yang tak dapat dijangkau oleh pemahaman,

hal itu juga sepertinya akan berpengaruh terhadap kesiapan seseorang untuk

mengumandangkan puisi. Semua pembaca puisi sepertinya mengetahui bahwa

berpuisi asal bunyi atau asal bersuara akan menghilangkan cita rasa puisi itu sendiri.

Dengan kata lain, membaca puisi senantiasa harus berusaha menangkap dan

menyampaikan pesan yang terlebur dalam bait-bait itu.

Sepertinya itulah dilema yang selalu bergelayut pada pembelajaran apresiasi puisi

khususnya pada tampilan membacanya. Meskipun tidak menutup kemungkinan

bahwa faktor kurang akrab, kurang bersahabat, dan kurang dekat dengan puisi, juga

bisa menjadi faktor pemicu keengganan tadi. Yang pasti, apa pun faktor yang dinilai

sebagai aral, harus dijadikan sebagai bahan pemikiran bersama untuk dicarikan jalan

keluarnya.

Individu yang paling berpengaruh dalam menyikapi kenyataan yang terurai di atas,

tentunya para guru pengajar Sastra Indonesia. Sangat disayangkan bila menghadapi

dilema tersebut disambut dengan antipati. Bila guru sastra tidak berupaya

memperbaiki keadaan, maka tinggal menunggu, siswa akan menganggap barang

aneh terhadap membaca puisi. Jadi, penulis berharap kepada rekan-rekan pengajar

sastra, jangan pernah menyerah menghadapi kenyataan ini. Terus mencoba dan

mencoba lagi untuk mengikis pandangan siswa terhadap membaca puisi.

Definisi Pantun

Definisi Pantun





Menurut Kamus Dewan, (1986:813)

"... sejenis puisi lama yang terdiri daripada empat baris dalam tiap-tiap rangkap yang mempunyai pembayang dan maksud ..."

Kamus Umum Bahasa Indonesia (hlm. 710)

"... sajak pendek, tiap-tiap kuplet biasanya empat baris (abab) dan dua baris yang dahulu biasanya untuk tumpuan sahaja ...



Menurut Zaaba (1965:218)


"... perkataan pantun itu pada mulanya dahulu dipakai orang dengan makna seperti, umpama, laksana ... "

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

Berbagai Bentuk Puisi dan Pantun


1. Gurindam


Sajak dua baris yang mengandung petuah atau nasihat.
Misal: Baik-baik memilih kawan
Salah-salah bisa jadi lawan


2. Karmina

Pantun dua seuntai (pantun kilat) baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua sebagai isi berupa sindiran dengan rumus rima a-a

Misal:

Kayu Lurus dalam ladang
Kerbau kurus banyak tulang


3. Talibun

Bentuk puisi lama dalam kesusastraan Indonesia (Melayu) yang jumlah barisnya lebih dari empat, biasanya sampai 16-20, serta punya persamaan bunyi pada akhir baris (ada juga yang seperti pantun dengan jumlah baris genap seperti 6, 8, 12)
Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dstnya.


Ciri-ciri Talibun adalah seperti berikut:-


• Ia merupakan sejenis puisi bebas
• Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk menjelaskan pemerian
• Isinya berdasarkan sesuatu perkara diceritakan secara terperinci
• Tiada pembayang. Setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita
• Menggunakan puisi lain (pantun/syair) dalam pembentukannya
• Gaya bahasa yang luas dan lumrah (memberi penekanan kepada bahasa yang berirama seperti pengulangan dll)
• Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu perkara
• Merupakan bahan penting dalam pengkaryaan cerita penglipur lara
Tema Talibun



Tema talibun biasanya berdasarkan fungsi puisi tersebut.
Contohnya
seperti berikut:-



• Mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat dll
• Mengisahkan keajaiban sesuatu benda/peristiwa
• Mengisahkan kehebatan/kecantikan seseorang
• Mengisahkan kecantikan seseorang
• Mengisahkan kelakuan dan sikap manusia


Contoh Talibun

Tengah malam sudah terlampau
Dinihari belum lagi nampak
Budak-budak dua kali jaga
Orang muda pulang bertandang
Orang tua berkalih tidur
Embun jantan rintik-rintik
Berbunyi kuang jauh ke tengah
Sering lanting riang di rimba
Melenguh lembu di padang
Sambut menguak kerbau di kandang
Berkokok mendung, Merak mengigal
Fajar sidik menyinsing naik
Kicak-kicau bunyi Murai
Taktibau melambung tinggi
Berkuku balam dihujung bendul
Terdengar puyuh panjang bunyi
Puntung sejengkal tinggal sejari
Itulah alamat hari nak siang
(Hikayat Malim Deman)


4. Syair


Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud).

Daftar syair


• Syair Bidasari
• Syair Ken Tambuhan
• Syair Kerajaan Bima
• Syair Raja Mambang Jauhari
• Syair Raja Siak
Syair disebut juga puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat larik (baris) yang berakhiran dengan bunyi yang sama

Sumber :

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Wikipedia. 2007. Talibun. (online)

Wikipedia. 2007. Syair. (online)

Definisi Romatis Apakah romantis itu???

Definisi Romatis
Apakah romantis itu???



Romantis.
Apa itu romantis??
Romantis adalah sebuah aliran seni yang menempatkan perasaan manusia sebagai unsur yang paling dominan. Dan karena cinta merupakan perasaan yang paling menarik, maka istilah romantis mengalami penyemputan makna yang selalu menghubungkan romantis berhubungan dengan cinta.
Memang benar, karena setiap sebuah aliran seni menggunakan unsur dasar cinta.
Namun, romantis lebih dikenal dengan hubungan percintaan seseorang.
Perlakuan istimewa terhadap orang yang dicintai merupakan hal yang romantis.
Definisi romantis dari suatu hubungan bagi tiap orang berbeda-beda.
Ada yang mengatakan mendapat bunga dan puisi dari sang pacar dapat dikatakan romantis.
Ada juga diajak candlelight dinner oleh sang pacar setiap malam minggu merupakan hal yang romantis.
Namun, ada juga yang mengatakan hujan-hujanan berdua dengan sang pacar lalu berteduh didepan toko yang sudah tutup dan hanya berdua saja sambil menunggu hujan reda itu merupakan hal yang romantis.
Bagi aku, hubungan yang romantis adalah setiap hal yang dilakukan pasangan masing-masing yang dilandasi dengan rasa cinta yang sungguh-sungguh merupakan suatu tindakan romantis.
Seperti pacar aku saat valentine tahun lalu kita sedang menuju kampus aku untuk daftar ulang sebagai mahasiswa baru, nah sepanjang perjalanan menuju kekampus banyak sekali dijumpai para pedagang bunga, karena hari itu merupakan hari valentine.
Aku dan pacar tidak merayakan hari valentine, karena tidak ada bdanya dengan hari lain. Toh aku tetep masuk sekolah, pacar juga tetap kuliah.
Tiba-tiba pacara aku bertanya "Hunn, mau bunga gak?banyak banget yang jual bunga jadi pengen beli satu buat kamu, tapi kamu mau gak?Kamu suka bunga gak?"
"Idih kamu tuh aneh, kalo emang mau kasih aku bunga ya udah kasi aja gak usah pake tanya. Kayak orang-orang gitu lho, kalo mau kasih bunga kepacarnya langsung dikasih kan romantis tuh!" ujarku heran dengan pertanyaan pacar.
Kenapa gak langsung kasih??benar tidak?
Mau suka bunga atau tidak, tapi kalo itu pemberian dari pacar mah suka-suka aja.
"Ya kan kalo kamu gak suka bunga sayang aja aku udah beli bunga. Mubazir!" katanya
"Yee pelit amat sih cuma bunga doank. Dasar cowok aneh!!" ujarku kesal campur heran.
"Jadi intinya kamu mau gak hunn???kalo mau aku minggir ne buat beli bunga!" katanya polos.
"Mau deh...hehehehe :)"kataku malu-malu.
Kenapa gak mau coba?dia gak pernah kasih aku bunga karena menurutnya sayang kalo harus beli bunga, mending beli makanan atau apalah yang lebih bermanfaat daripada bunga yang besok juga sudah layu.
Bener juga sih, tapi kan sesekali gak rugi. Katanya cinta dan sayang, tapi kok cuma sekedar bunga satu tangkai saja pelit sih???
Akhirnya pacarku menepikan mobilnya kesalah satu pedagang bunga pinggir jalan.
"Bu, bunga satu dunk. Berapa harganya??" tanyanya
"10 ribu mas, mau yang mana?" kata pedagang bunga
"Hunn, kamu mau mawar warna apa?pink, putih atau merah?" tanya pacarku
"Yaampun sayang, tadi tanya mau bunga apa gak sekarang tanya mau warna apa. Kenapa sih gak punya inisiatif sendiri buat kasih bungan and pilih warna?" ujarku geregetan
"Yaa..daripada aku salah pilihin mending kamu pilih sendiri" ujarnya membuatku tersenyum.
"Kalau kamu emang tau akau, kamu tau dunk warna apa yang aku suka!" kataku sekalian mengetest dia.
"Bu yang warna pink y" ujarnya kepada tukang bunga setelah menebak bunga mana yang aku suka.
"Salah sayang, aku emang suka warna pink, tapi kamu lihat deh, bunga pink itu warnanya pucat, gak seger. Aku suka yang putih, lebih seger and terkesan suci. Kan lambang cinta, katanya cinta itu suci??" kataku meralat.
Yup aku lebih suka mawar putih daripada mawar warna lain, walaupun aku suka sekali dengan warna pink tapi kalo bunga mawar aku cuma suka warna putih.
"Ohh...iya ya,,hehe..Bu, yang putih aja deh." katanya kemudian.
"Yaa hunn,,pinjem duit dunk..aku lupa ambil ATM kan tadi kita abis makan. Pinjem duit dulu y :)" katanya sambil cengar-cengir.
"Yaampunnn sayang, kamu itu emang gak ada romantis-romantisnya ya, tadi tanya mau bunga apa gak, tanya warna, sekarang beli pake duit aku. Itu namanya bunga bukan dari kamu tapi aku beli sendiri :(" kataku cemberut.
"Nanti aku ganti, jandi yang beli kan tetep aku" elaknya.
"Yaa tapi tetep aja!"kataku sambil mengeluarkan uang 10 ribuan.
Setelah urusan bayar selesai, bunga pun ada ditanganku, namun langsung diminta oleh pacarku.
"Lho kok diminta?katanya buat aku?Duwh kamu ini gak ikhlas y??tanyaku bingung.
"Bukan gak ikhlas, tapi aku pengen nyium mawarnya dulu. Aku penasaran sama baunya mawar asli." katanya dengan wajah sedang menghirup bunga mawar.
"Hunn, ternyata wangi beneran y?" ujarnya masih dengan pose menciumi mawar putih tersebut.
"Ya iyalah. Aduwh kamu norak banget sih emang baru kali ini cium mawar apa??" kataku heran. Norak banget sih pacarku ini. Ketahuan banget baru aku yang dikasih mawar.
"Hehe kan cuma kamu yang aku kasih mawar. Mantan aku mah gak pernah ada yang aku kasih mawar" ungkapnya.
"Ciecie,,,hunny sayang ini mawar dari aku lho..Ciecie seneng ya dapet bunga dari cowoknya!" katanya menggodaku.
"Weeeekkkk :p dasar cowok aneh. Tapi makasih ya sayang bunganya." kataku malu.
"Yup. Tapi aku kasih bunga bukan karena hari ini valentine y, aku kasih bunga soalnya gerah aja liat pedagang bunga sepanjang jalan tapi aku gak beli sama sekali..hehehe" katanya.
"Iya. Lagian kita kan emang gak ngerayain valentine" kataku.
Itulah pacarku, dengan cara yang aneh memberi aku bunga.
Bukan dengan datang kerumah membawa mawar dan memberinya kepadaku ketika aku membuka pintu untuknya.
Atau memberi mawar dan diselipkan puisi dikartu ucapannya.
Namun, cara yang dia lakukan merupakan hal yang romantis bagiku.
Membuatku merasa istimewa dengan apa perbuatannya.
Mana ada seorang laki-laki yang ingin memberi bunga kepada wanita pujaan hatinya dengan bertanya dulu apakah wanita tersebut mau atau tidak bunga, suka bunga warna apa, dan pujaan hatinyalah yang membayar duluan karena dia lupa mengambil uang di ATM??
Hanya aku kan?? :)
Makanya aku merasa di istimewakan dengan caranya yang aneh bin ajaib.
Cara yang dilakukannya merupakan hal yang romantis bagiku.
Karena bagiku romantis bukan saja suatu keadaan sempurna dan mendapat perlakuan sempurna bak seorang putri dari sang kekasih.
Melainkan, dimana suatu keadaan yang dilakukan sang pujaan hati kepada kita ataupun sebaliknya yang dilandasi dengan rasa sayang dan cinta dengan hati yang tulus.
Setiap perlakuan yang tulus itulah menjadikan suatu keadaan menjadi sempurna dan terasa penuh cinta. Disitulah sisi romantis yang aku dapatkan.
Jadi bukan hanya candlelight dinner setiap malam minggu atau puisi saja, namun hal kecilpun seperti membangunkan pagi untuk shalat subuh akan menjadi romantis apabila dilandasi dengan rasa cinta dan perlakuan yang tulus.
Jadi, apakah romantis menurut anda??
Adakah hal konyol yang romantis yang anda dapatkan atau perbuat dari atau kepada sang pujaan hati??
Tentunya sangat berkesan dan tidak akan pernah terlupa, karena disitulah seninya dari romantis.

Arti resensi

Baik siswa, pembaca, seniman atau siapa pun pasti pernah meresensi sebuah buku, novel, film, drama, atau lain-lainnya atau setidaknya pernah mendengarnya....
Dikelas, siswa dihadapkan dengan menulis resensi buku sastra; entah novel, kumpulan cerpen, puisi, drama, dan esai sastra. Kemudian beberapa instansi pemerintahan pernah juga mengadakan lomba meresensi buku. Terus seniman juga pasti pernah meresensi sebuah film, sinetron, drama, musik, tari dan kaset. Itu semua dilakukan ada bermaksud untuk melatih pembaca untuk kritis terhadap isi buku yang dibaca, untuk menginformasikan sebuah buku, dan lain-lainnya.


Perlu diketahui bahwa selain resensi buku ada pula istilah lain yang sama maksudnya dengan resensi, seperti timbangan buku, tinjauan buku, pembicaraan buku, dan bedah buku.
Resensi berasal dari bahasa latin 'recensere' artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Punya maksud atau makna sejajar dengan review dalam bahasa Inggris (Slamet Soewandi, 1977). Sedangkan menurut buku "Kamus Istilah Sastra" yang ditulis oleh Panuti Sudjiman (1984) dijelaskan bahwa resensi berarti hasil pembahasan dan penilaian
yang pendek tentang suatu karya tulis. Jadi, arti resensi mengacu kepada mengulas sebuah buku. Konteks ini memberi arti penilaian, mengungkap secara sekilas, membahas, atau mengkritik buku.


Dijelaskan lagi oleh Slamet Soewandi dalam buku "Dasar-Dasar Meresensi Buku" bahwa tujuan meresensi -selain identitas buku- adalah sebagai berikut:


1. Memberikan pemahaman tentang apa yang tampak dan terungkap pada buku.
2. Mengajak pembaca untuk memikirkan fenomena dalam buku.
3. Memberi pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas atau tidak mendapat sambutan dari masyarakat.
4. Setelah membaca resensi, calon pembaca berminat mencocokkan dengan bukunya.
5. Bisa dijadikan sumber informasi bagi orang yang tidak banyak punya waktu untuk membaca bukunya.


Ada tiga pola tulisan resensi buku, yaitu meringkas, menjabarkan, dan mengulas. Meringkas (membuat sinopsis) mempunyai arti menyajikan semua persoalan buku secara padat dan jelas. Bila sebuah buku menyajikan banyak banyak persoalan dan alternatif pemecahannya, untuk itu perlu dipilih sejumlah masalah yang dianggap penting dan ditulis dalam suatu uraian yang benar. Menjabarkan mengandung arti mendiskripsikan hal-hal menonjol dalam buku. Konteks ini menyakinkan kita tentang materi resensi bisa dikaitakn situasi yang sesuai di masyarakat. Lewat membaca buku, masyarakat (pembaca) diharapkan bisa mengatasi persoalan yang dihadapi. Terakhir, mengulas buku berarti peresensi memberi penafsiran atau memasukkan pendapatnya dalam tulisan itu. Peresensi memberi masukan kepada penulis baik mengenai kelebihan atau kelemahan buku tersebut. Juga peresensi memberi masukan kepada penerbit, dan mengoreksi kepada pencetak tentang kualitas buku yang diedarkan ke pasaran. Urutan pola tersebut dapat dipertukarkan yang artinya peresensi bisa langsung mengulas, menjabarkan, dan meringkas.Yang utama adalah peresensi bisa mempertimbangkan intinya agar pembaca enak memahaminya, tentu dengan bahasa komunikatif, dan satu hal penting lainnya tentulah isi buku tersebut harus dipahami terlebih dahulu.
Meresensi bisa dilakukan oleh siapa saja asalkan terus mencoba dan tidak mengenal putus asa.
Definisi puisi





Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi
Tinjauan Sejarah sastra Indonesia



Kepulauan Nusantara yang terletak di antara dua benua dan di antara dua samudra, yaitu Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Hindia (yang sekrang disebut Samudra Indonesia) dan Lautan Teduh, dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejrah, kebudayaan, adat-istiadat, dan bahasa sendiri-sendiri.

Abad yang silam di beberapa tempat di kepulauan Nusantara berdiri kerarajaan-kerajaan besar, seperti Majapahit dan Pajajaran (Jawa), Sriwijaya (Sumatra, serta Malaka dan Pasai (Semenanjung). Pada abad yang silam kerajaan-kerajaan itu memililki pengaruh yang cemerlang di seluruh kepulauan Nusantara, bahkan sampai daratan Asia.

Namun, pada abad ke-16 dan 17 kerajaan-kerajaan itu satu demi satu menjadi daerah jajahan bangsa Eropa yang pada mulanya datang untuk mencari rempah-rempah, seperti Portugis, Inggris, Spanyol, dan Belanda. Filipina jatuh ke tangan orang Spanyol. Semenanjung Malaka akhir abad ke-17 jatuh ke tangan orang Inggris. Sedangkan kepulauan yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia jatuh pula ke tangan orang Belanjda. Beberapa kerajan yang masih berdaulat, setapak demi setapak ditaklukan orang Belanda. Dan pada awal abad ke-20 dengan berakhirnya Perang Aceh, seluruh kepulauan Nusantara semuanya menjadi daerah taklukan Kerajan Belanda.

Perbedaan bangsa yang menjajah menimbulkan perbedaan-perbedaan pula dalam pertumbuhan kebudyaan, cita-cita politik dan pola pikir suku-suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara. Meskipun demikian, penduduk wilayah-wilayah yang terangkum dalam jajahan suatu bangsa penjajah merasakan nasib dan penderitaan yang sama, sehingga perhubungan antara penduduk daerah yang semula disebut "Nederlandsch Indie" (Hindia Belanda) semakin erat.

Persaan tak puas karena menjadi hamba di tanah air sendiri, menyebabkan timbulnya perlawanan berupa pemberontakan bersenjata di berbagai daerah. Memang mula-mula perlawanan-perlawanan itu bersifat sporadis, terpecah-pecah dan merupakan perlawanan suatu suku bangsa melawan orang asing. Namun saat itu yang dianggap orang "asing" itu bukan hanya kulit putih, meliankan juga semua suku bangsa lain yang berasall dari Nusanrtara juga. Hal itu memudahkan Belanda untuk mengadu domba dan politik devide et impera efektif sekali untuk mellumpuhkan perlawanan orang bumi putra terhadap penjajahan Belanda.

Tapi, pada awal abad ke-20 mulailah para pemimpin dan pejuang kemerdekaan kita sadar akan kelemahan dirinya dan akan kekuatan lawannya. Maka berasal dari perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama hidup di bawah cengkraman penjajah yang satu, tumbuhlah kesadaran nasional. Api nsionalisme itu menghilangkan perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh karena perbedaan sejarah, lingkungan kebudyaan, bahasa, adat-istiadat, temperamen dan watak. Dalam menghadapi musuh bersama yang satu, yang diperhitungkan bukan perbedaan di antara suku-suku bangsa itu, melainkan persamaan-persamaannya. Kesadaran itulah yang kemudian pada tahun 1928 dirumuskan dalam sebuah sumpah bersama yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda, yang mengaku:

Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Kami putera dan puteri Indoesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Kalau dicermati, tampak dengan jelas yang dimaksudkan dengan "Indonesia" oleh sumpah itu melingkupi seruluh wilayah yang pada masa itu dikenal sebagai Nederlandsch Indie, yaitu wilayah Hindia yang dijajah oleh Belanda.

Politik Belanda dalam menjajah sangat keras. Mereka melakukan segala cara dan paksa untuk mengangkut kekayaan daerah jajahannya. Baru pada awal abad ke-20, poltik Belanda agak lunak, yaitu sebagai reaksi terhadap politik cultuurstelsel (tanam paksa) yang telah sangat merusak kehidupan kaum bumi putra. Dan sebagai gantinya dianutlah politik etis atau etische politiek.

Politik etis dalam kenyataannya tidaklah mengurangi ketamakan penjajah dalam mengeksploitaasi daerah jajahanya, tetapi sebagai "balas jasa" mereka mulai memperhatikan nasib anak negri. Kemungkinan untuk bersekolah, untuk mendapatkan pendidikan, untuk maju bagi orang-orang bumi putera mulai agak leluasa.

Dan sebagai reaksi terhadap perkembangan itu, para pemimpin nasional Indonesia seperti HOS Tjokroaminoto, H. Agus Salim, Abdul Muis, Tan Malaka, Semaun kian giat memperjuangkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa nasional. Terutama Soekarno telah membuat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang hidup, lincah, lentuk, dan populer.

Perkembangan Sastra

Sudah sejak abad ke-19 ada hasil-hasil sastra berbahasa Melayu yang tidak ditulis oleh orang-orang yang berasal dari Kepulauan Riau atau Sumatra. Juga bahasa yang dipergunakannya akan sulit disebut sebagai bahasa Melayu yang murni atau bersih. Bahasa Melayu yang dipergunakan oleh para pengarang itu bukanlah bahasa Melayu Tinggi, melainkan bahasa Melayu rendah atau bahasa Melayu pasar.

Sementara itu hasil-hasil sastra Melayu yang ditulis dalam bahasa Melayu Tinggi juga bukan main banyaknya.Kesusastraan Melayu termasuk kesusastraan yang kaya di Kepulauan Nusantara. Banyak hikayat-hikayat, syair-syair, pantun-pantun, dan karya-karya sastra lain yang indah-indah dan usianya sudah berabad-abad. Hikayat si Miskin, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Amir Hamzah, Syair Bidasari, Syair Ken Tambuhan, dan Sejarah Melayu ialah beberapa di antara karya-karya sastra klasik Melayu.

Pengarang-pengarangnya pun tidak sedikit, terutama berasal dari lingkungan ulama dan kesultanan di Kepulauan Riau. Di antara yang paling termashur ialah Raja Ali Haji, Nurudin Ar-Raniri, Tun Sri Lanang, Hamzah Fansuri, Abdulah bin Abdulkadir Munsyi. Abdulah terkenal karena usaha-usahanya memperbaharui sastra Melayu. Yang dikisahkannya bukanklagi fantasi tentang raja-raja dan putrera-puteri yag cantik, melainkan kehidupan sehari-hari. Ia hidup pada paroh pertama abad ke-19 dan menghasilkan karya-karya yang sekarang telah menajdi klasik; antara lain Syair Singapura Terbakar (1830), Kisah Pelayaran Abdulah dari Singapura ke Kelantang (1838), Hikayat ABdulah bin abdullkadir Munsyi (1894), dan kIsah Pelayaran abdulah ke Negri Jiddah (1849).

Perbedaan bangsa yang menjajah menimbulkan perbedaan-perbedaan pula dalam pertumbuhan kebudyaan, cita-cita politik dan pola pikir suku-suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara. Meskipun demikian, penduduk wilayah-wilayah yang terangkum dalam jajahan suatu bangsa penjajah merasakan nasib dan penderitaan yang sama, sehingga perhubungan antara penduduk daerah yang semula disebut "Nederlandsch Indie" (Hindia Belanda) semakin erat.

Persaan tak puas karena menjadi hamba di tanah air sendiri, menyebabkan timbulnya perlawanan berupa pemberontakan bersenjata di berbagai daerah. Memang mula-mula perlawanan-perlawanan itu bersifat sporadis, terpecah-pecah dan merupakan perlawanan suatu suku bangsa melawan orang asing. Namun saat itu yang dianggap orang "asing" itu bukan hanya kulit putih, meliankan juga semua suku bangsa lain yang berasall dari Nusanrtara juga. Hal itu memudahkan Belanda untuk mengadu domba dan politik devide et impera efektif sekali untuk mellumpuhkan perlawanan orang bumi putra terhadap penjajahan Belanda.

Tapi, pada awal abad ke-20 mulailah para pemimpin dan pejuang kemerdekaan kita sadar akan kelemahan dirinya dan akan kekuatan lawannya. Maka berasal dari perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama hidup di bawah cengkraman penjajah yang satu, tumbuhlah kesadaran nasional. Api nsionalisme itu menghilangkan perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh karena perbedaan sejarah, lingkungan kebudyaan, bahasa, adat-istiadat, temperamen dan watak. Dalam menghadapi musuh bersama yang satu, yang diperhitungkan bukan perbedaan di antara suku-suku bangsa itu, melainkan persamaan-persamaannya. Kesadaran itulah yang kemudian pada tahun 1928 dirumuskan dalam sebuah sumpah bersama yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Sejarah Sastra Indonesia

Beberapa penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi) sejarah sastra Indonesia. Meskipun di antara para ahli dan sarjana itu ada persamaan-persamaan yang dalam membagi-bagi babakan waktu sejarah sastra Indnesia, kalau diteliti lebih lanjut akan tampak bahwa masing-masing periodisasi itu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mencolok baik istilah maupun konsepsinya.

Dalam ikhtisar ini akan diikuti pembabakan waktu sejarah sastra Indonesia sebagai berikut:

I. MASA KELAHIRAN (1900-1945) yang dapat dibagi menjadi:
1. Periode awal hingga 1933;
2. Periode 1933-1942;
3. Periode 1942-45.

II. MASA PERKEMBANGAN (1945-sekarang) meliputi:
1. Periode 1945-1953;
2. Periode 1953-1961; dan
3. Periode 1961- sekarang.

Dalam pembabakan ini digunaan istilah "periodisasi" dan bukan "angkatan" karena angkatan dalam sastra Indonesia telah menimbulkan berbagai kekacauan. Pembedaan antara periode yang satu dengan periode yang lain berdasarkan norma-norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi masing-masing zaman. Sedangkan pembedaan antara angkatan yang satu dengan yang lain sering ditekankan pada adanya perbedaan konsepsi masing-masing angkatan. Dalam satu periode mungkin saja kita menemukan aktivitas lebih dari satu golongan pengarang yang mempunyai konsepsi yang berbeda-beda; sedangkan munculnya periode baru tidak pula usah berarti munculnya angkatan baru dengan konsepsi yang baru. Perbedaan norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi suatu zaman mungkin menimbukan suasana baru dalam kehidupan sastra tanpa melahirkan suatu konsepsi sastra baru yang dirumuskan oleh seseorang atau sekelompok sastrawan.